Selasa, 24 November 2009

Nilai-Nilai Kepahlawanan Gajah Mada


NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN GAJAH MADA

Otokritik Terhadap Generasi Muda Bangsa
 

oleh
Renny Masmada


Sejak ratusan tahun lalu, geopolitis Indonesia purba sudah mencakup sekeliling laut jawa, dari Tanjung Pujung, Tanjung Tua dan Tanjung Kait sampai ke pulau Irian antara Tanjung Sele dan Merauke, juga Nusa Tenggara (Kep. Sunda Kecil, Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Sumatera) terletak di sekeliling pantai lautan mare nostrum. Sebelah barat laut nusantara raya terdapat Lautan Cina Selatan yang dikelilingi oleh pesisir wilayah Nusantara Raya termasuk di dalamnya semenanjung Malayu, India Belakang dan Cina Selatan.


Pada masa itu, di abad ke-14 setidaknya peta geopolitik di Asia Tenggara mencakup empat lingkaran besar, yaitu:
India, Cina, Asia Tenggara (lama) dan Nusantara Raya (Majapahit). Temuan ini sangat mengejutkan kita. Ternyata lebih enam ratus tahun lalu kita telah membukukan daerah teritorial yang sangat luas dan mempunyai kekuatan politik yang diakui oleh mancanegara.

Hayam Wuruk bersama-sama Gajah Mada, orang yang memomongnya dengan telaten sejak dia masih kecil, telah memberikan garis kebijakan yang sangat jelas mengenai luas wilayah Majapahit yang merupakan rantai kepulauan besar nusantara, menurut Mohammad Yamin (berdasarkan uraian
Nagarakretagama pupuh XIII-XIV) terbagi dalam daerah yang delapan, yaitu:

1.
Seluruh Jawa

2.
Seluruh Pulau Sumatra (Melayu)

3.
Seluruh Pulau Kalimantan (Tanjungnegara/Tanjung Pura)

4.
Seluruh Semenanjung Melayu (Malaka/Hujung Medini)

5.
Seluruh Nusa Tenggara

6.
Seluruh Sulawesi

7.
Seluruh Maluku

8.
Seluruh Irian (
Barat)

Masih dalam
Nagarakretagama, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk Majapahit sudah menetapkan batasan wilayah negara tetangga (bukan negara bawahan), seperti: Sin (Syangka), Thai, Dharmanagara, Martaban (Birma), Kalingga (Rajapura), Singanagari, Campa, Kamboja dan Annam (Yawana).

Politik Nusantara yang pertama kali dicanangkan Sri Kertanegara, raja Singasari terakhir, mempunyai arti yang sangat penting bagi pengembangan Majapahit selanjutnya. Nusantara, yang berarti pulau lain, pada masa Kertanegara lebih tepat disebut pulau lain di luar Jawa. (
Prof. Dr. Slamet Muljana, Pemugaran Persada Sejarah LELUHUR MAJAPAHIT).

Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957 menjadi tonggak sejarah lahirnya Wawasan Nusantara.


Batas laut teritorial yang sebelumnya diatur di dalam
Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordinatie 1939 (Ordinasi tentang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim) peninggalan kolonial Belanda, mengalami perubahan. Wilayah laut Indonesia menjadi lebih luas. Walau Deklarasi Djuanda ditolak pada Konferensi Hukum Laut di Geneva tahun 1958, namun momentum ini cukup memberikan semangat maritim yang pernah ada sejak zaman Indonesia purba dulu.

Deklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Februari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Sedang Konsep Nusantara dituangkan dalam Wawasan Nusantara sebagai dasar pokok pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara melalui Ketetapan MPRS No. IV tahun 1973. Tahun 1978 pada Konferensi Hukum Laut pada sidang ke tujuh di Geneva, konsepsi Wawasan Nusantara mendapat pengakuan dunia Internasional.


Dan, pada 10 Desember 1982, dengan perjuangan diplomatik yang tak kenal lelah, konsep Wawasan Nusantara dapat diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa,
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 tanggal 31 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS.

Apalagi kemudian pada tanggal 26 September 1998, B.J. Habibie mengumumkan deklarasi yang populer dikenal dengan Deklarasi Bunaken, menyatakan bahwa sudah waktunya visi pembangunan dan persatuan Indonesia berorientasi ke laut.


Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia mulai kembali memiliki kepercayaan diri memiliki 3,9 juta km² luas lautan yang terbentang di antara 17.500 lebih pulau yang tercatat sebagai pulau terbanyak di dunia.


Yang menarik, adalah bahwa Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi Wawasan Nusantara.


Sedang Wawasan Nusantara sebenarnya adalah implementasi dari Politik Nusantara yang diterapkan oleh Gajah Mada, Mahapatih Amangkubumi Majapahit lebih dari 600 tahun lalu.


Kata
Nusantara antara lain terdapat pada prasasti Penampihan bertarikh 1269, Serat Pararaton dan Nagarakretagama karya Rakawi Prapanca. Dan tidak diragukan, kata Nusantara yang kita pergunakan sampai hari ini terambil dari kepopuleran program politik Nusantara Gajah Mada.

Mau disadari atau tidak, kita ‘
sangat’ mengakui eksistensi Gajah Mada yang telah berhasil mempersatukan nusantara yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, bahkan lebih luas lagi.

Lebih dari enam ratus tahun lalu, bangsa kita telah membukukan sejarah yang tercatat bukan saja oleh para pujangga, namun dalam laporan kenegaraan negara lain, termasuk Cina, negara adikuasa di Asia Selatan saat itu.


Majapahit, dengan luas wilayah teritorial lebih luas dari Indonesia saat ini, ternyata tercatat dalam sejarah sebagai negara maritim yang mampu dan berhasil meciptakan konsepsi wawasan Nusantara pada sektor-sektor perekonomian, sosial, pemberdayaan potensi sumber daya alam, politik, keamanan dan kebudayaan yang sangat signifikan dan
inheren memberikan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi rakyat di seluruh persada Nusantara, sampai ke negara-negara yang sekarang kita kenal dengan Malaysia, Singapura dan Brunei, yang dulu adalah bagian dari wilayah Nusantara Raya.

Sudah saatnya, bangsa Indonesia mulai ‘kembali’ memahami pentingnya menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang memang pernah menjadi rencana strategis negara besar ini jauh sebelum Indonesia merdeka, di abad ke 13-14 pada masa kejayaan Majapahit sebagai cikal bakal negara kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian diwariskan pada kerajaan-kerajaan yang tumbuh sesudahnya, yang menguasai beberapa wilayah teritorial perairan nusantara seperti Demak, Cirebon, Banten, Tuban, Gresik, Pasai, Banda, Makasar, Buton, Ternate, Tidore, Jayilalo, Bacan dan lainnya.


Setelah tahun 1357, Majapahit, kerajaan Indonesia pertama yang mampu mewujudkan politik persatuan nusantara tercatat memliki kekayaan maritim yang lebih luas lagi.


Dwipantara adalah sinonim nusantara seperti tertulis pada prasasti Camunda bertarikh 17 April 1292 yang dikeluarkan oleh Sri Kertanegara.


Kejayaan Majapahit sebagai cikal-bakal negara kesatuan Republik Indonesia bukan dongeng menjelang tidur.


Di bawah kepemimpinan Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubumi, Majapahit tercatat dalam sejarah menjadi negara besar di kawasan Asia Tenggara. Negara yang mampu membawa rakyatnya hidup makmur, sejahtera, adil, gemah ripah loh jinawi dengan kestabilan ekonomi, sosial, politik dan keamanan yang luar biasa.


Sumber daya alam menjadi kekayaan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Dioptimalkannya bandar besar di Selat Malaka secara tidak langsung pada saat itu telah memberikan kontribusi yang sangat tinggi terhadap kemajuan perekonomian Nusantara Raya.


Pada saat itu, basis militer Majapahit dipusatkan di Bali, sampai akhirnya Suwarnabhumi di Jambi sebagai pusat lalu lintas perdagangan di Selat Malaka mutlak berada di bawah kendali Majapahit.


Baru pada tahun 1357 setelah Dompo di Pulau Bima ditundukkan, basis militer dipindahkan di Dompo oleh mPu Lembu Nala yang menjabat Tumenggung menggantikan Wayuh. Sejak itu, kerajaan Majapahit begitu berwibawa dan mampu menciptakan keamanan dan ketertiban di seluruh teritorial Nusantara dengan menciptakan stabilitas sosial, politik dan perekonomian.


Kestabilan sosial, politik dan keamanan menciptakan kepercayaan yang tinggi tidak saja bagi masyarakat Nusantara Raya, tapi juga bagi bangsa asing untuk berdagang dan melakukan transaksi ekonomi melalui bandar-bandar internasional di seluruh wilayah Nusantara.


Itulah sebabnya pada saat pemerintahan Hayam Wuruk, majapahit mengalami zaman keemasan. Salah satu bandar besar di selat Malaka, Suwarnabhumi, bukan saja berfungsi sebagai bandar pelabuhan biasa.


Tapi Gajah Mada menata Suwarnabhumi sebagai lalu-lintas perdagangan di selat Malaka. Karena Cina tidak campur tangan terhadap kebijakan ini, memudahkan Majapahit melakukan upaya dan kinerja eksport-import yang sangat maju.


Sejak itulah perdagangan yang sangat besar di Selat Malaka menjadi soko guru kemajuan perekonomian seluruh Nusantara, tanpa campur tangan Cina yang sebenarnya pada saat itu menguasai hampir seluruh belahan Asia Tenggara.


Majapahit begitu
concern memusatkan perhatian pada Selat Malaka. Dan itu terbukti, sekarang Selat Malaka ternyata menjadi Bandar internasional teramai di dunia. Begitu juga dengan Tumasik, yang sekarang bernama Singapura. Kerajaan kecil yang dulu berada di bawah kekuasaan Majapahit, sekarang mampu menciptakan pendapatan Rp. 3 triliun setahun dari endorsement fee lalu-lintas perdagangan, eksport-import di kawasan Asia Tenggara ini.

Majapahit menjadi kerajaan agung di Laut Selatan yang sangat disegani, di bawah duli baginda Dyah Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanagara.


Kebesaran nama Majapahit meluas sampai ke negara tetangga. Berkat tangan dingin Gajah Mada dan Hayam Wuruk Majapahit menjadi negara yang sangat mashur di Asia Tenggara.


Beberapa pengelana Cina menggambarkan Majapahit sebagai negara yang makmur. Rombongan Cina yang dipimpin Laksamana Cheng Ho pada tahun 1416 berkunjung ke Majapahit dengan dua puluh dua jung besar yang mengangkut tidak kurang dari dua puluh tujuh ribu prajurit. Ikut dalam rombongan itu seorang agamawan Cina bernama Ma Huan yang menyajikan uraian mengenai geografi Majapahit dalam karyanya yang berjudul:
Ying-yai Sheng-lan.

Demikianlah, lebih dari 170 tahun Majapahit sebagai Negara Maritim terbukti mampu membawa bangsa ini hidup makmur, sejahtera, gemah ripah loh jinawi, tanpa satupun bangsa asing mampu memporakporandakannya, apalagi menjajah Negara besar ini.


Di bawah ideologi dan falsafah dasar yang sangat keramat dan sakral, sebagai
holy-spirit Gajah Mada memimpin bangsa ini, yaitu: Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa, yang tertuang dalam Kitab Sutasoma karya besar Rakawi Tantular.

Saat ini, kita harus yakin bahwa Kebhinnekaan yang dicanangkan Gajah Mada lebih dari enam ratus tahun lalu, masih sangat strategis sebagai
shared-value bangsa besar ini untuk bangkit dari tidur panjang.

Kita tak ingin mundur ke masa lalu.


Mempelajari sejarah kebesaran bangsa masa lalu semata-mata sebagai langkah strategis mengamati tata-nilai yang dapat diterjemahkan ke masa depan, yang mutlak menjadi tanggungjawab seluruh anak bangsa, terutama generasi muda.


Keterpurukan yang sudah tak berujung di segala sektor ini memberikan tekanan yang sangat serius untuk disikapi. Bangsa ini sekarang nyaris kehilangan jati diri, kita tak lagi mampu mengenali diri kita sendiri.


Kebudayaan dan peradaban yang pernah kita miliki, yang pernah membawa bangsa ini menjadi bangsa besar dan disegani, menjadi tak lagi jelas asal-usulnya. Adaptasi kebudayaan dan peradaban dari Negara luar begitu mencengkeram seluruh urat nadi kehidupan masyarakat dan bangsa, sampai ke peloksok desa.


Kita tak perlu alergi menerima budaya dan peradaban dari Negara manapun apabila tetap konsisten menjaga warisan akar budaya dan peradaban yang memang menjadi milik kita secara
an-sich sebagai harta termahal yang sudah ada di bumi nusantara ini setidaknya lebih dari enam ratus tahun lalu.

Kenyataan ini mengingatkan kita pada masa restorasi Meiji di Jepang sejak tahun 1868, yang telah mengantarkan Jepang menjadi Negara
economic superpower nomor dua di dunia setelah Amerika.

Setelah 250 tahun rezim pemerintahan militer Shogunat runtuh oleh para samurai Choshu dan Satsuma di bawah kepemimpinan Jenderal Besar Saigo Takamuri, Jepang mengalami perubahan besar yang luar biasa. Kaisar Matsuhito Meiji, yang saat itu masih berumur 15 tahun tercatat menjadi pembaharu kemajuan Jepang.


Restorasi Meiji setidaknya memiliki dua hal yang menarik untuk dikaji, pertama Pembantu-Pembantu Kaisar di pemerintahan rata-rata berumur 20-30 tahunan. Yang kedua, menarik untuk dikaji adalah, mempelajari dan mengadaptasi sumber kekuatan barat, termasuk di dalamnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Kebudayaan dan peradaban barat yang menjadi sumber inspirasi Jepang di kemudian hari terbukti menjadi kekuatan besar Jepang mengalahkan ‘guru’ mereka di segala bidang.


Untuk itu, ada empat hal pokok yang menjadi rencana strategis awal kekaisaran Meiji, yaitu:

a.
Memikirkan secara serius Sumber Keuangan untuk menciptakan Negara yang kuat.
b.
Membangkitan semangat Nasionalisme dengan cara menghapuskan perbedaan antar kelas, etnis dan golongan dalam bentuk apapun.
c.
Pertahanan menghadapi Barat, termasuk di antaranya memperkuat armada militer yang maju dengan (justru) menggunakan system, metode dan teknologi persenjataan Barat.
d.
Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang intelektual untuk secara cepat menyerap semua ilmu pengetahuan dan teknologi barat.

Restorasi Meiji ternyata sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh Majapahit di bawah kepemimpinan Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubumi Majapahit.


Dalam usianya yang relatif sangat muda (34 tahun) pada saat menjadi Mahapatih Amangkubumi, Gajah Mada dengan sangat berani melakukan restrukturisasi besar-besaran dengan mengganti semua kabinet lama dengan orang-orang baru yang relatif sangat muda.


Gajah Mada dengan begitu berani mencanangkan konsepsi Negara maritim bagi Majapahit mengingat Nusantara Raya adalah wawasan yang di kelilingi lautan. Dan dengan sangat brilian Gajah Mada merekrut para ahli kemaritiman bukan ‘orang-orang’ Jawa, melainkan dari Sulawesi, Sumatra dan daerah lain yang terkenal sebagai pelaut-pelaut ulung sejak zaman Sriwijaya yang terbukti mampu menguasai setengah belahan Nusantara Raya.


Saat ini, sudah selayaknya kita memberikan
high-light yang sangat besar pada sikap, mental, moral dan kinerja SDM Gajah Mada untuk bengkit dari keterpurukan panjang.

Kebudayaan dan peradaban yang datang dari belahan dunia manapun bukan menjadi ancaman, bahkan sebuah tantangan yang harus mampu kita hadapi dengan sangat arif dan santun namun sangat mengindahkan kaidah dan tata-nilai yang sudah ada di bumi Dwipantara warisan nenek-moyang yang telah membuktikan kebesarannya bukan saja tercatat dalam sejarah bangsa, namun Negara mancanegara pada zamannya.


Kinerja Gajah Mada benar menjadi otokritik buat kita sebagai anak bangsa, terutama generasi muda sebagai tulang punggung masa depan bangsa dan tanah air tercinta ini.


Sebagai
holy-spirit, Gajah Mada telah memberikan kekuatan moral, mentality dan semangat untuk bangkit bagi bangsa yang pernah mengalami zaman keemasan ini.
Semoga.

Salam Nusantara..!

Renny Masmada
www.rennymasmada.com
http://rennymasmada.wordpress.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar